Search This Blog

Tuesday, May 7, 2024

Dilarang Mengutuk Hujan

Judul: Dilarang Mengutuk Hujan

Penulis: Iqbal Aji Daryono

Tebal: 166 hlm

Cetakan: 1, Februari 2021

Penerbit: DIVA Press



"Ini adalah masa-masa yang sangat berbahaya. Belum pernah begitu banyak orang memiliki begitu banyak akses ke begitu banyak pengetahuan, tetapi sangat enggan untuk mempelajari apa pun." (hlm. 163)

Esai yang simpel, "kerakyatan", dan enak banget disimak. Mas Iqbal menulis banyak hal serius tentang pelestarian alam, kemandirian seorang anak, kerukunan warga, hingga teori-teori entah apa dengan gaya yang akrab. Pengetahuannya beragam sekali, sebanyak buku-buku yang ditimbunnya eh dikoleksinya. Ini sesuai dengan sosok yang ditampilkan beliau di akun Facebooknya (yang setiap kali bikin status pasti yang komen minimal puluhan bahkan ratusan). Penulis memang mencitrakan dirinya sebagai sosok yang kritis, suka membuka dialog, peka dengan isu-isu aktual, kaya akan diskursus (haduh apa ini), dan tajam membedah isu-isu apa pun. Satu hal khas dari beliau, aspek humor dan "merendah khas orang Jawa" menjadikan sosoknya terasa lewbih luwes, merakyat, pintar tapi tidak ndakik-ndakik! Pokoknya tipe mas-mas kerakyatan yang enak diajak ngobrol di angkringan malam-malam atau di bawah pohon talok di siang bolong.

Friday, May 3, 2024

77 Cara Bodoh Berjualan

Judul : 77 Cara Bodoh Berjualan 

Penulis: Danang Priyadi

Tebal: 216 hlm

cetakan: Januari 2018 

Penerbit: Gramedia Widiasarana Indonesia

ISBN 9786024528836 (ISBN10: 6024528833)

Saat bedah buku The Principles of Power bulan lalu, saya sempat mikir lama ketika salah satu peserta bertanya: "Bagiamana caranya supaya bisa tega sama teman sendiri?" Jujur, saya pun orangnya nggak tegaan jadi bingung juga awalnya. Tapi membaca buku karya Pak Danang ini memberi sedikit titik terang. Kita harus bisa tega karena memang kita harus! Dalam buku ini, Pak Danang menunjukkan betapa seorang sales atau wiraniaga memang dituntun untuk tega kepada pelanggan karena memang mereka dipekerjakan atau dibayar untuk itu. 

Anda yang pernah menjual, termasuk saya, pasti pernah merasa tidak enak kepada calon pembeli. Entah karena menawarkan barang yang mahal, membujuk mereka membeli banyak, atau memanfaatkan anak kecil supaya ortu mau membelikannya. Rasanya kita merasa bersalah karena membuat pelanggan "terpaksa" membali barang yang awalnya tidak ingin mereka beli. Tapi, begitulah dunia marketing. Kita sebagai tenaga sales atau penjual dituntut untuk mencapai target harian, bukan untuk terlalu bersimpati kepada calon pembeli. Kasarnya, kita boleh melakukan apa saja demi agar calon pembeli jadi membeli dan dengan begitu target penjualan harian kita pun tercapai. 

Wednesday, April 17, 2024

Sumur Anjing Gila

Judul : Sumur Anjing Gila

Pengarang: Yudhi Herwibowo

Penerbit: Elex Media Komputindo

Tebal: 151 hlm

Cetakan: Pertama, 2024



Tuah sebuah desa adalah tempat wingitnya. Begitu juga desa Ujung Daun, yang juga disebut sebagai desa Ujung karena posisinya yang memang berada di ujung desa-desa lain. Keberadaan sebuah sumur tua angker menjadikan desa ini semakin ujung karena orang banyak cenderung menghindari pergi ke desa itu, apalagi ke sumur tua yang konon dihuni oleh arwah anjing-anjing gila. Dari bab awal aja, pembaca akan disuguhi adegan horor ketika para pekerja jalan tol harus menghadapi serangan asap asal gelap menyerupai puluhan anjing yang benar benar bisa melukai orang yang diserang. 

Bagaimana asal muasal keberadaan sumur anjing gila itu? Begitulah kisah ini dimulai dan bergulir. Puluhan tahun sebelumnya, desa Ujung Daun didirikan oleh sepasang suami istri dengan otak bisnis yang jitu. Dari jasa keduanya, desa itu menjadi makmur dan ramai dihuni orang. Tetapi begitulah, kekayaan dan keberuntungan senantiasa mengundang rasa dengki dan iri orang lain. Kisah diawali dengan kepala desa Ujung Daun, Madajatra, yang tengah mencari keberadaan kakaknya. Kuat dugaan dalam pikirannya, sang Kakak tersayang telah tewas di tangan anak dan istrinya sendiri. Dari keterangan seorang pemabuk tuak yang sering mangkal di lapak dusun, dia mendapatkan info kalau ada sosok misterius uang mengotong karung seukuran manusia ke arah sumut anjing gila. 

Pencarian pun dilakukan. Puluhan anak buah bahkan dukun dikerahkan untuk masuk ke sumur angker itu demi mengambil jasad kakaknya. Namun, seperti yang sudah diduga sebelumnya, korban malah berjatuhan. Anak buah dan orang suruhannya keluar sumur dengan banyak luka berdarah bekas cakaran anjing liar. Baru setelah menggunakan jasa paranormal bernama Ki Setro Bajrungan, isi sumur itu dapat dimasuki. Alih-alih mendapatkan jasad sang kakak, mereka malah menemukan dia kerangka manusia yang telah dimasukan ke situ sejak puluhan tahun sebelumnya. 

Milik siapa kedua kerangka itu, dan di mana keberadaan sang kakak? Kisah kembali bergulir ke masa lampau desa Ujung Daun. Ada sosok ayah dari Madajatra yang rupanya sudah turut meramaikan desa itu sedari awal dengan kemampuannya sebagai semacam Matri, lalu bagaimana kedua pasangan pendiri Ujung Daun mengelola tanah dan menghasilkan pundi-pundi keuangan. Ada juga kisah keluarga dari kakak Madajatra yang rupanya diwarnai dengan KDRT, kemudian dinarasikan juga bagaimana sejarah keluarga kepala desa itu, mengapa KDRT terjadi, berbagai kecurangan dan tindakan culas terkait politik dan suksesi kekuatan khas tahun 1980-1990an, juga misteri tentang pusaka yang bisa bersinar sendiri seolah mengerti saat diajak berkomunikasi. 

Pada akhirnya, seiring dengan bergulirnya kisah, misteri sumur anjing gila mulai terkuak. Mengapa anjing-anjing itu bisa melukai, mengapa sumur itu ada di sana, mengapa kisah desa Ujung Daun yang sepertinya sederhana ternyata dibangun dari banyak intrik politik dan perebutan kekuasaan yang berdarah-darah. Pada akhirnya, sebuah keangkeran kadang muncul karena dendam yang tak selesai. Ketika manusia dizalimi dan tak berdaya, mungkin dibutuhkan kekuatan dari alam gaib untuk menunjukkan isyarat pembalasannya. Sumur anjing gila menjadi contoh betapa setiap kejahatan akan terkuak juga pada akhirnya, dan semua perbuatan keji pasti akan mendapat ganjaran yang setimpal. 

Membaca novel setebal 151 halaman ini berasa membaca sebuah cerpen misteri koran. Diksinya bagus, alur lancar dan sederhana sehingga sangat menyenangkan untuk diikuti. Pengisahan dituturkan begitu rapi, dengan flashback yang ditempatkan dengan pas, tidak membingungkan. Misteri dibangun perlahan, tapi tidak sampai membuat pembaca kesal karena petunjuk ditebar di seluruh bagian buku. Dari awal, pembaca diajak untuk menyimak dan mengumpulkan petunjuk, sambil.menikmati cerita dengan kejutan baru yang terus muncul. Saya suka dengan konsep novelnya yang lebih ke arah misteri dan bukan horor. Elemen horor memang kental dan ada, tetapi faktor manusia tetap menjadi pelaku utama. Pembalasan dendam pun diplot dengan pemikiran dan rencana tersembunyi. Sedikit agak kecepetan mungkin pada bagian akhir di bagian pembalasan dendam. Bagian eksekusi terlalu lancar jaya dan cepat, tapi menurut saya itu pun sudah cukup. 

Tidak ada yang murni putih atau murni hitam di kisah ini. Semua tokoh punya lebih dan kurang, gelap dan terangnya, sebagaimana sebagian besar kita. Saya sendiri tidak bisa sepenuhnya memihak di anu karena si itu ternyata juga punya pengalaman masa lalu yang membuatnya begitu. Demikian juga si itu yang ternyata memang punya dasar untuk melakukannya. Bahkan ada tokoh dari pihak 'jahat' yang saya sukai karena strategi pemikirannya. Pada akhirnya, cerita ini sebagaimana cerita-cerita bagus lainnya, mengingatkan kembali kepada kita bahwa selalu ada konsekuensi dari setiap tindakan yang kita pilih dan kita lakukan, juga bahwa hidup tidak selalu terlihat lurus dan begitu-begitu saja. Mungkin saja, ada misteri yang terpendam sekian lama, menanti untuk dibuka.

Keren sekali mas Yudhi, saya selalu suka kalau beliau menulis genre novel horor misteri begini. Selalu dapat feel horor tapi ga berlebihan, dan ada penjelasan yang dapat diterima. Buku ini bisa dibaca di Gramedia Digital sepertinya.

Monday, March 18, 2024

The Life and Times of Scrooge McDuck, Bagaimana Paman Gober menjadi Paman Gober

Judul: The Life and Times of Scrooge McDuck

Pengarang: Don Rosa

Editor: John Clark

Tebal: 358 hlm 


Karena saya hanya punya seri #1 dan seri #7 dari Kisah Hidup Paman Gober, dan kesulitan mencari atau meminjam versi Bahasa Indonesianya; akhirnya memutusnya membaca versi komik Inggris yang sudah lawas. Tentu dengan gambar warna dan balon kata yang tidak seindah dan sejelas versi cetak bahasa Indonesianya. Satu hal yang jelas setelah menamatkan edisi aslinya adalah: Betapa jeniusnya penerjemah seri Donal Bebek dan Paman Gober versi bahasa Indonesia. Saya mendapati di edisi asli banyak sekali slang, plesetan, lelucon, dan lawakan yang sangat Amerika dan Scottish, tapi saat kita membaca versi Indonesia kita seperti merasa seolah-olah komikus Donal Bebek adalah orang Indonesia. Inilah salah satu kehebatan dari seorang penerjemah, menjadikan sebuah karya asing terasa akrab ketika di baca dalam bahasa sasaran. 

Thursday, March 7, 2024

Kisah Hidup Paman Gober Seri 1

Judul: Kisah Hidup Paman Gober Seri 1

Cerita oleh: Don Rosa

Tebal: 68 halaman warna, Paperback

Penerbit: PT Penerbitan Sarana Bobo


Edisi pertama ini mengisahkan awal perjuangan Paman Gober sedari kecil. Mulai dari menjadi tukang semir yang sampai jatuh pingsan saking capeknya membersihkan sepatu yang penuh lumpur di sebuah kota kecil di Skotlandia. Gaji pertama yang sebesar 10 sen Amerika inilah yang kelak menjadi koin keberuntungan Paman Gober nan legendaris. Koin ini juga yang memberikan petunjuk kepada Gober muda untuk mencari peruntungan di Dunia Baru, Benua Amerika. Kisah pertama dan kedua melibatkan Mimi Peri eh Mimi Hitam dan leluhur keluarga Bebek (yang ternyata pernah punya kastil besar). Kisah ketiga adalah petualangan Gober muda menyusuri Sungai Missisipi yang akan mengingatkan pembaca pada Mark Twain dan karya-karyanya. Saya baru tahu kalau nama pena Mark Twain artinya dua depa yang merupakan ukuran kedalaman yang aman untuk perahu bisa berlayar. Gerombolan Si Berat terkesan agak kejam di cerita ketiga ini, tetapi bukan Paman Gober namanya kalau cepat menyerah. Kisah-kisah di edisi pertama ini semacam menjadi jawaban mengapa Paman Gober terkenal begitu pelit dan sangat menjaga gudang uangnya. Karena apa-apa yang didapatkan lewat perjuangan keras selalu layak untuk dipertahankan.

Tuesday, March 5, 2024

The Last Waterbird

Judul: The Last Waterbird

Pengarang: Baia Panutur

Cetakan: Pertama, Januari 2023

Tebal: 236 hlm

Penerbit: Balai Pustaka



Ambisi untuk meraih kembali kejayaan di masa lalu sering kali menyeruak dari dalam hati sebagian bangsa ini. Seperti kita ketahui, Nusantara pernah menjadi kekuatan yang disegani pada masa Klasik. Masa keemasan peradaban itu ditandai dengan kemegahan Kerajaan Sriwijaya dan kebesaran Imperium Majapahit. Kerajaan yang terakhir bahkan mampu menyatukan hampir seluruh wilayah Nusantara ditambah Malaya bahkan sampai Philippina. Meskipun bagaimana Majapahit bisa mengontrol wilayah seluas itu masih diperdebatkan, semua sepakat bahwa Majapahit memang kekuatan maritim yang dahsyat. 

"Seorang pemimpin yang baik adalah dia mempunyai saujana yang luas, seberapa jelas dia melihat jalur-jalur yang akan membawa menuju kebaikan bangsa." (131) 

Permisi inilah yang digunakan pengarang sebagai tema sentral novel ini. Sebuah upaya untuk mengembalikan kejayaan Nusantara, tapi dilakukan dengan memusnahkan semua yang sudah telanjur ada untuk kemudian dibangun yang baru di atas puing-puingnya. Sosok itu bernama Naya Genggong, entitas sakti dari masa lampau yang konon bisa mengarungi waktu. Sosok ini telah dan akan hidup selama ratusan tahun. Dia pernah dan telah menyaksikan peradaban besar di Nusantara tumbuh, jaya, dan akhirnya jatuh. Janji 500 tahun setelah runtuhnya Majapahit menjadi linimasa dimulainya pemusnahan akbar untuk memulai peradaban penerus Majapahit. Naya hendak memusnahkan negeri Indonesia! 

Saturday, March 2, 2024

Asyiknya Jadi Orang Gajian

Judul: Asyiknya Jadi Orang Gajian

Penulis: Dion Yulianto

Cetakan: Pertama, 2019

Penerbit: C-Klik Publishing


Bekerja memang sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia sejak awal keberadaannya di dunia. Hampir semua dari kita sepakat bahwa kita harus bekerja agar bisa hidup dan melangsungkan kehidupan. Selama ini, kita mengamini gagasan "bekerja untuk hidup", bahwa agar bisa menjalani kehidupan dengan normal, kita harus bekerja. Namun, pernahkah terpikir dalam benak kenapa Tuhan menciptakan "bekerja" sebagai salah satu hal yang menjadikan manusia tetap manusia?

Richard Carlson pernah berkata, sungguh rugi jika ada orang yang 'tersiksa' di kantor hanya karena meributkan hal-hal sepele yang seharusnya kita bisa berdamai dengannya. mari, kita mengubah pandangan kuno bahwa bekerja itu beban. Betapa pun tidak sukanya kamu kepada pekerjaan atau tempat kerjamu, tempat itu punya andil dalam membentuk kita yang sekarang dan kita di masa depan. Buku ini mengajak kita berdamai--dan pada akhirnya berterima kasih--dengan pekerjaan kita masing-masing.

***

Kerja kok hore? Ya hore lah, karena kerja saya bisa beli buku yang banyak, jajan buah segar setiap pekan, beli wiskas buat Mpus, bahagiain orang tercinta, dan masih bisa rebahan. Jadi, kudunya memang kita berterima kasih karena masih bisa bekerja. Terima kasih pekerjaan akoh 😂

Tapi, kenapa kadang bekerja jadi beban? Ya namanya juga manusia, kalau nggak ada yang disambati ya nggak normal itu eh. Tapi beneran deh, kerja jadi beban itu mungkin bukan karena bekerjanya, tapi karena pekerjaannya. Fitrahnya, kita memang butuh bekerja. Nggak percaya? Coba inget dulu pas nganggur setahun, rasanya gimana deh.

Manusia itu sebetulnya mahkluk pekerja, sesambat apa pun dia. Meskipun rebahan masih jadi passion utama para kita, tapi ujung-ujungnya kalau nggak bekerja ya kayak ada yang hilang. Adanya pekerjaan menjadikan kita manusia. Saya yakin rebahan setelah bekerja seharian itu jauh lebih memuaskan ketimbang rebahan seharian karena tidak bekerja. 

Sudah banyak buku tentang bertema "kurangi bekerja perbanyak bercinta". Kali ini, izinkan saya agak melawan arus dengan mengajak pembaca mencintai pekerjaannya. Marilah kita rawat pekerjaan kita, karena walaupun mungkin dia belum bisa menjadikanmu kaya, dia yang menjadikanmu tetap hidup. Bersama buku ini saya mengajak kita semua untuk berdamai, dan pada akhirnya berterima kasih kepada pekerjaan kita masing-masing.